Pendahuluan
AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome)
adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh secara
bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit
ini dicirikan dengan timbulnya berbagai penyakit bakteri, jamur, parasit dan
virus yang bersifat oportunistik atau keganasan seperti sarkoma kaposi dan
limfoma primer di otak.1
AIDS
menarik perhatian komunitas kesehatan pertama kali pada tahun 1981 setelah
terjadi kasus-kasus pneumonia (Pneumocystis
carinii) dan sarkoma kaposi pada laki-laki muda homoseks di California.
Bukti epidemiologik mengisyaratkan bahwa terdapat keterlibatan suatu agen
infeksiosa, dan pada tahun 1983 virus imunodefisiensi manusia tipe 1 (HIV-1) diidentifikasi
sebagai penyebab penyakit. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu
yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. Kasus AIDS sendiri mencerminkan infeksi HIV yang sudah
berlangsung lama. Saat ini, AIDS dijumpai pada hampir semua negara dan
merupakan suatu pandemi di seluruh dunia.2
Maka
dari itu HIV harus menjadi suatu tanda peringatan bagi para petugas kesehatan,
terutama para dokter untuk memikirkan kemungkinan lebih banyaknya manusia yang terinfeksi HIV.
Anamnesa
Anamnesis adalah
pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan
serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan
tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis
dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan
dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta
bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.3
Berdasarkan
anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal
berikut.
1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan diagnosis).3
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan pasien (diagnosis banding).3
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko).3
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi).3
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan).3
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan diagnosisnya.3
1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan diagnosis).3
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan pasien (diagnosis banding).3
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko).3
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi).3
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan).3
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan diagnosisnya.3
Selain pengetahuan kedokterannya,
seorang dokter diharapkan juga mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan
membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk mendapatkan data yang
lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua data yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan akurat berhubungan dengan ketepatan
atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh.3
Pertanyaan-pertanyaan
yang dilakukan dalam anamnesis meliputi:
Identitas pasien.3
Identitas pasien.3
·
Nama
·
Tempat/ tanggal lahir
·
Umur
·
Jenis kelamin
·
Alamat
·
Agama
·
Suku bangsa
·
Kewarganegaraan
·
Pendidikan
·
Pekerjaan
·
Status perkawinan
Keluhan utama dan lamanya.3
Riwayat penyakit sekarang (RPS).3
Keluhan utama dan lamanya.3
Riwayat penyakit sekarang (RPS).3
·
Intensitas dan sifat demam
·
Waktu serangan demam
·
Obat yang sudah dikonsumsi dan keadaan
setelah minum obat
·
Keluhan penyerta
Riwayat penyakit dahulu (RPD).3
Riwayat pribadi.3
Riwayat penyakit dahulu (RPD).3
Riwayat pribadi.3
·
Kebiasaan makan
·
Kebiasaan merokok, alcohol, dan
penggunaan narkoba
·
Riwayat vaksinasi
Riwayat sosial.3
Riwayat sosial.3
·
Lingkungan tempat tinggal
·
Kebersihan
·
Sosial ekonomi
·
Pekerjaan
Pemeriksaan
Fisik4
Fisik
temuan infeksi HIV adalah sebagai berikut :
·
- Konstitusi – Demam
· -
Kepala, mata, telinga, hidung, dan
tenggorokan - Kandidiasis mulut (thrush)
· -
Leher –Limfadenopati
·
- Makulopapular ruam kulit.
Pemeriksaan
penunjang4, 5
Deteksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Deteksi HIV merupakan
langkah pertama dalam hasil pemeriksaan laboratorium. Nonquantitative deteksi HIV
adalah langkah pertama dalam mendiagnosis infektivitas. Pada orang dewasa dan
anak-anak yang lebih tua, immunosorbent
assay enzim-linked (ELISA) dan Western
blotting yang digunakan
untuk mendeteksi antibodi HIV pada awalnya khusus, namun karena antibodi ibu yang hadir di dalam darah neonatal, tes ini tidak
digunakan untuk diagnosis pada pasien yang lebih muda dari 2 tahun. Sebuah DNA polimerase chain reaction (PCR) atau virus
kultur adalah metode pendeteksian standar pada bayi dan anak-anak muda.4
PCR DNA HIV digunakan untuk
mendeteksi HIV-1 provirus dalam sel mononuklear dengan menggunakan
oligonukleotida yang diarahkan pada daerah-daerah yang sangat lestari genom virus.
Tes ini dapat dilakukan dalam waktu 24 jam dari infeksi dan memiliki
sensitivitas dan spesifisitas 95% dan 97% masing-masing. Meskipun lebih
sensitif dibandingkan kultur virus, kinerja diagnostik dari 2 metode yang
setara. Budaya Viral diperoleh oleh co-budidaya sel mononuklear berpotensi terinfeksi dan
tidak terinfeksi sama untuk mempromosikan replikasi virus. Setiap beberapa
hari, budaya yang diuji untuk HIV p24 antigen. Hasil positif pada 2 sekuensial
tes antigen p24 deteksi menunjukkan infeksi. Teknik ini memerlukan waktu rata-rata 7-14 hari untuk
melakukan, tetapi mungkin memerlukan waktu selama 28 hari. Hasil virologi positif harus dikonfirmasi
dengan tes ulang virologi dengan spesimen kedua sesegera mungkin setelah hasil
pertama tersedia.5
ELISA untuk antibodi HIV, diikuti dengan Western blot konfirmasi (yang telah meningkat spesifisitas), harus
digunakan untuk mendiagnosis infeksi HIV pada anak yang lebih tua dan orang
dewasa.5
Rapid
tes HIV, yang memberikan hasil dalam hitungan menit,
menyederhanakan dan memperluas ketersediaan tes HIV. Sensitivitas mereka
setinggi 100%, tetapi mereka harus diikuti dengan Western blotting konfirmasi
atau pengujian immunofluorescence antibodi, seperti dengan tes antibodi HIV
konvensional. US Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui 4 tes skrining
cepat HIV yang tersedia secara komersial di Amerika Serikat. Sebelum FDA
menyetujui tes ini, tes cepat HIV yang paling umum digunakan adalah Single-Gunakan
Sistem Diagnostik yang tidak lagi tersedia.5
Hematologi
Nilai
laboratorium hematologi dapat dinilai. Tanda + limfosit jumlah CD4 adalah tanda
pengganti untuk perkembangan penyakit dan harus dipantau dengan teliti. Jumlah
+ CD4 harus diperoleh sebelum dimulainya terapi. Penurunan cepat dalam
hitungan, terutama pada bayi berusia kurang dari 1 tahun adalah tanda prognosis
yang buruk dan harus ada perubahan terapi. Trombositopenia konsumtif umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV
dan dapat diamati pada 10% pasien di diagnosis awal. Anemia terjadi pada
sebanyak 20% dari pasien pada diagnosis dan terjadi pada sebanyak 80% pasien
pada beberapa waktu. Anemia dapat memiliki banyak etiologi pada orang yang terinfeksi
HIV dan memerlukan hasil pemeriksaan seperti yang dijelaskan dalam Medical
Care.6
Sebuah volume corpuscular tinggi
berarti (MCV) ini paling sering disebabkan oleh AZT dan dapat digunakan untuk
memverifikasi kepatuhan obat lain yang juga menyebabkan MCV tinggi, serta
vitamin B-12 dan kekurangan folat. Anemia terus untuk memprediksi kelangsungan
hidup menurun bahkan dengan ART yang sangat aktif. Pansitopenia hasil dari
kekurangan folat, penggunaan agen farmasi, dan infeksi dengan virus seperti
parvovirus B19. Neutropenia yang diamati pada 10% pasien dengan infeksi HIV
bergejala awal dan 50% dari pasien dengan AIDS. Noda darah bisa mengungkapkan
ovalocytes besar dan polymorphonucleocytes hypersegmented dalam kasus-kasus
kekurangan folat.6
Etiologi
Luc
Montagnier dkk tahun 1983 telah menemukan LAV (Lymphadenopathy Assosiated Virus) dari seseorang dengan
pembengkakan kelenjar limfe (PGL). Pada tahun 1984, sejenis virus yang disebut
HTVL 3 (Human T cell Lymphotropic virus
tipe 3) ditemukan dari pasien AIDS di Amerika oleh Robert Gallo dkk.
Kemudian ternyata bahwa kedua virus tersebut sama, dan oleh Committee Taxonomy International
pada tahun 1985 disebut sebagai HIV (Human
Deficiency Virus). Sampai tahun 1994 diketahui ada dua subtype yaitu HIV 1
dan HIV 2.4
HIV 1 dan HIV 2
merupakan suatu virus RNA yang termasuk retrovirus dan lentivirus. HIV 1
penyebarannya lebih luas di hampir seluruh dunia, sedangkan HIV 2 ditemukan
pada pasien-pasien dari Afrika Barat dan Portugal. HIV 2 lebih mirip dengan
monkey virus yang disebut SIV (Simian
Immunodeficiency Virus). Antara HIV 1 dan HIV 2 intinya mirip, tetapi
selubung luarnya sangat berbeda.4
HIV
mempunyai enzim reverse transcriptase yang terdapat di dalam inti HIVdan akan
mengubah RNA virus mejadi DNA, inti HIV merupakan protein yang dikenal dengan
p24, dan bagian luar HIV yang berupa selubung glikoprotein terdiri dari
selubung transmembran gp 41 dan bagian luar berupa tonjolan-tonjolan yang disebut
gp 120. Gen yang selalu ada pada stuktur genetik virus HIV adalah gen untuk
kode inti p24, dan gen yang mengkode polymerase RTase.4
Sedangkan
gen yang mengkode selubung luar akan sangat bervariasi dari satu strain virus
dengan yang lainnya. Bahkan pada seorang pengidap HIV, selubung luar inipun dapat
berbeda-beda.4
Epidemiologi
Perkiraan prevalensi
HIV di kalangan dewasa muda (15-49) dapat dipandang sebagai epidemi beberapa
subtipe yang terpisah; faktor utama dalam penyebaran ini transmisi seksual dan
penularan dari ibu ke anak pada saat kelahiran dan melalui ASI. Meskipun
baru-baru ini, peningkatan pemakaian pengobatan anti-retroviral dan perawatan
di berbagai wilayah dunia, pandemi HIV-AIDS diklaim sebesar 2.100.000 pada
tahun 2007 yang diperkirakan ada sebesar 330.000 anak-anak di bawah 15 tahun.
Secara global, sebanyak 33.200.000 orang diperkirakan hidup dengan HIV di tahun
2007, termasuk 2.500.000 anak-anak dan mencapai 2,5 juta orang bagi yang baru
terinfeksi pada 2007, didalamnya termasuk 420.000 anak-anak. Sub-Sahara Afrika
menjadi daerah teratas yang terkena dampak terburuk. Tidak seperti daerah lain,
kebanyakan orang yang hidup dengan HIV di sub-Sahara Afrika pada tahun 2007
adalah perempuan. Prevalensi orang dewasa pada tahun 2007 diperkirakan adalah 5,0% dan HIV-AIDS
terus menjadi penyebab kematian terbesar. Selatan dan Asia Tenggara adalah
terburuk kedua yang terkena dampak. Pada tahun 2007 daerah ini diperkirakan
terdapat sebanyak 18% dari semua orang yang hidup dengan HIV-AIDS, dan
diperkirakan ada 300.000 kasus kematian akibat HIV-AIDS. Harapan hidup telah
turun secara drastis di negara-negara yang terkena dampak terburuk, misalnya,
pada tahun 2006 diperkirakan bahwa hal itu turun 65-35 tahun di Botswana.4
Patofisiologi
Patofisiologi
HIV-AIDS adalah kompleks. HIV diyakini memicu HIV-AIDS oleh depleting CD4 +
limfosit T helper yang melemahkan sistem kekebalan tubuh dan memungkinkan
infeksi oportunistik. Limfosit T sangat penting untuk respon imun dan tanpa
mereka, tubuh tidak dapat melawan infeksi atau membunuh sel kanker. Selama fase akut, HIV-induced sel pecah
dan membunuh sel yang terinfeksi oleh sel T sitotoksik untuk penipisan sel T
CD4 + Apoptosis (Suatu bentuk kematian sel di mana urutan peristiwa mengarah ke
eliminasi sel-sel tanpa melepaskan zat berbahaya ke daerah sekitarnya) juga bisa
menjadi faktor penyebab. Sedangkan selama fase kronis,
konsekuensi dari aktivasi kekebalan menyeluruh ditambah dengan hilangnya secara
bertahap kemampuan sistem imunitas tubuh untuk menghasilkan sel-sel T baru
muncul sehingga menyebabkan penurunan lamban dalam nomor sel T CD4 +.7
Meskipun
karakteristik gejala dari defisiensi imun HIV-AIDS tidak muncul selama
bertahun-tahun setelah seseorang terinfeksi, sebagian besar sel T CD4 + hilang
yang terjadi selama minggu pertama infeksi, terutama di mukosa usus, yang mana
tempat mayoritas muara limfosit ditemukan dalam tubuh. Respon imun yang kuat
akhirnya mengendalikan infeksi dan memulai tahap laten. Namun, sel T CD4 + di
jaringan mukosa tetap habis selama infeksi, walaupun tetap cukup untuk awalnya dalam
melawan infeksi yang mengancam jiwa. Pembunuhan
secara langsung sel T CD 4 + oleh HIV saja tidak dapat dinilai untuk pengataman
deplesi sel-sel karena hanya 0,01-0,10% dari sel CD4 di dalam darah yang
terinfeksi. Penyebab utama hilangnya sel T CD4 + timbul dari meningkatnya
kerentanan mereka untuk apoptosis ketika sistem kekebalan tubuh tetap
diaktifkan. Dengan kata lain, mereka bunuh diri. Meskipun sel T yang baru terus
diproduksi oleh timus untuk menggantikan yang hilang, kapasitas regeneratif timus
ini perlahan hancur oleh infeksi langsung dari thymocytes dengan HIV. Akhirnya,
jumlah minimal sel CD4 yang diperlukan untuk mempertahankan respon yang memadai
hilang sehingga menyebabkan HIV-AIDS.7
Diagnosa
Working Diagnosis
Gejala Klinis
Gejala Klinis
Diagnosis
HIV AIDS dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi klinis WHO atau CDC. Di
Indonesia, diagnosis HIV AIDS untuk keperluan surveilans epidemiologi dibuat
bila menunjukkan tes HIV positif dan sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala
minor dan satu gejala mayor.7
Gejala Mayor7
Gejala Mayor7
-
Berat badan menurun lebih dari 10 %
dalam 1 bulan
-
Diare kronis yang berlangsung lebih dari
1 bulan
-
Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
-
Penurunan kesadaran dan gangguan
neurologis
-
Ensefalopati HIV
Gejala Minor7
Gejala Minor7
-
Batuk menetap lebih dari 1 bulan
-
Dermatitis generalisata
-
Herpes zoster multisegmental berulang
-
Kandidiasis orofaringeal
-
Herpes simpleks kronis progresif
-
Limfadenopati
-
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin
wanita
-
Retinitis oleh virus sitomegalo
Differensial Diagnosis
HEPATITIS AKUT
Gambar 1. Hepar yang terkena hepatitis
akut6
Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Aru W Sudoyo, dkk (editor). Buku ajar: ilmu penyakit dalam. Ed V. Jakarta: Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas indonesia; 2010.
Merupakan
suatu proses peradangan atau infeksi sistemik
yang dominan menyebabkan kematian sel hati baik melalui nekrosis maupun
apoptosis (kematian sel terprogram). Hepatitis akut paling sering disebabkan
oleh infeksi oleh satu dari beberapa jenis virus. Virus penyebab dapat
dibedakan dengan pemeriksaan laboratorium serologis berdasarkan sifat-sifat
antigeniknya, karena semua virus tersebut menimbulkan penyakit serupa secara
klinis. Hepatitis akut kadang dapat
disebabkan oleh pajanan dengan obat seperti isoniazid, atau racun seperti
etanol. Ada beberapa jenis virus lain
yang ditularkan pascatransfusi seperti virus hepatitis G dan virus TT telah
dapat diidentifikasi akan tetapi tidak menyebabkan hepatitis. Semua
jenis virus hepatitis
yang menyerang manusia merupakan virus RNA kecuali virus hepatitis B, yang
merupakan virus DNA. Hepatitis virus akut merupakan suatu urutan pertama dari
berbagai penyakit hati di seluruh
dunia. Secara global virus hepatitis merupakan penyebab utama viremia yang
persisten. Prevalensi pada hepatitits virus akut menunjukkan bahwa hepatitis A akut menempati
urutan pertama (39,8%-68,3%), yang kedua oleh hepatitis C (15,5%-46,4%),
sedangkan pada urutan ketiga ditempati oleh hepatitis B (6,4%-25,9%).6
Etiologi
Secara
umum agen penyebab virus
hepatitis dapat diklasifikasikan ke dalam dua grup yaitu hepatitis
dengan transmisi secara enterik dan transmisi melaui darah.6
Transmisi Secara Enterik6
Terdiri
atas virus hepatitis A (HAV)
dan virus hepatitis E (HEV)
·
Virus tanpa selubung
·
Tahan terhadap cairan empedu
·
Ditemukan di tinja
·
Tidak dihubungkan dengan penyakit hati
kronik
·
Tidak terjadi viremia yang
berkepanjangan atau kondisi karier intestinal.
Transmisi Melalui Darah6
Terdiri
atas virus hepatitis B (HBV), virus
hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis C (HCV):
·
Virus dengan selubung (envelope)
·
Rusak bila terpajan cairan
empedu/detergen
·
Tidak terdapat dalam tinja
·
Dihubungkan dengan penyakit hati kronik
·
Dihubungkan dengan viremia yang
persisten.
Gejala Klinis6
Gambaran
klinis virus hepatitis
sangat bervariasi mulai dari infeksi asimtomatik tanpa kuning sampai yang
sangat berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan kematian hanya
dalam beberapa hari. Gejala
hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu :
- Fase inkubasi
- Fase inkubasi
Fase inkubasi merupakan
waktu antara masuknya virus sampai timbulnya gejala = atau
ikterus. Fase ini berbeda-beda lamanya untuk tiap
virus hepatitis. Panjang
fase ini tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis inokulum, makin pendek fase inkubasi ini.6
- Fase prodromal (pra ikterik)
- Fase prodromal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya
keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious
ditandai dengan malaise umum, mialgia, atralgia, mudah
lelah, gejala saluran napas atas atau
anoreksia. Mual, muntah dan anoreksia berhubungan dengan perubahan penghidu dan rasa kecap. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Serum sickness dapat muncul pada
hepatitis B akut di awal infeksi. Demam
derajat rendah umunya terjadi pada hepatitis A akut. Nyeri abdomen biasanya ringan dan
menetap di kuadran kanan atas atau epigastrium, kadang
diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolesistitis.6
- Fase ikterus
- Fase ikterus
Ikterus muncul setelah
5-10 hari, tetapi dapat
juga muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Pada
banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah
timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan
klinis yang nyata.6
- Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya
ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat dan
kembalinya nafsu makan. Keadaan
akut biasanya akan membaik dalam 2-4
minggu. Pada Hepatitis A perbaikan klinis dan
laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu dan 16 minggu. Untuk hepatitis B pada 5-10 % kasus perjalanan klinisnya mungkin
lebih sulit ditangani,hanya <1% yang menjadi fulminan.6
Pemeriksaan Penunjang6
- Pemeriksaan umum:
- Pemeriksaan umum:
-
Hitung darah lengkap, hitung jenis leukosit
-
Profil pembekuan (proses pembekuan memanjang pada gagal
hati)
-
Profil biokimia (tes fungsi hati, albumin, dan
ureum/kreatinin)
-
Glukosa (rendah pada hepatitis
fulminan).
-
Rontgen toraks (untuk menyingkarkan pneumonia, periksa apakah ada ARDS).
Enzim
Enzim
Pada
keadaan hepatitis akut
tanpa komplikasi, derajat
kerusakan sel parenkimnya relatif
ringan akan tetapi peradangan sel yang terjadi berat. Pada keadaan hepatitis akut, transaminase bisa meningkat sampai 2.000
unit/liter, sedangkan
fosfatase alkali dan gamma GT hanya sedikit meningkat. Biasanya konsentrasi gamma GT lebih
rendah daripada konsentrasi SGOT. Kolinesterase
akan menurun sedikit pada minggu kedua dan minggu keempat untuk kemudian akan
meningkat kembali pada masa penyembuhan. Menurut
de Ritis perbandingan antara SGOT dan SGPT adalah < dari 0,7.6
Kalau
kita melakukan pemeriksaan monitoring tiap 2 sampai4 minggu, akan terlihat
bahwa gamma GT dan SGOT adalah yang paling akhir kembali menjadi normal. Kalau penurunan tidak terjadi dalam
waktu 6-12 minggu, diagnosis
hepatitis kronik akan ditegakkan apabila kelainan tersebut masih terjadi
setelah 6 bulan. Pada hepatitis viral akut tipe kolestatik gejalanya biasaya
lebih berat, dengan
peningkatan bilirubin, fosfatase
alkali dan gamma GT serta GLDH. Biasanya
CHE juga akan menurun pada
perjalanan penyakit biasanya bilirubin akan menurun lambat sekali walaupun SGOT
dan SGPT sudah menurun atau menjadi normal. Apabila
perjalanan penyakit memburuk dan terjadi koma hepatik, biasanya
disertai oleh penurunan SGOT dan SGPT yang cepat sekali, disertai dengan peningkatan LDH. Hal ini menandakan akan adanya kerusakan
parenkim hati yang berat.6
Bilirubin
Bilirubin
Uji
bilirubin digunakan untuk mengukur kadar bilirubin serum, pigmen bilirubin utama. Bilirubin adalah produk utama
katabolisme hemoglobin. Pengukuran
kadar bilirubin serum khususnya signifikan pada neonatus karena bilirubin tidak
berkonjugasi yang tinggi dapat terakumulasi di otak. Hal ini menyebabkan kerusakan yang tidak
dapat diperbaiki. Nilai
Rujukan: Pada orang dewasa, kadar bilirubin indirek serum 1,1 mg/dl, dan kadar bilirubin direk serum <0,5
mg/dl. Pada neonates antara 2 dan 12 mg/dl.8
Serologi
Serologi
Diagnosis mengenai jenis hepatitits merupakan hal yang
penting karena akan menentukan jenis terapi yang akan diberikan. Salah satu pemeriksaan
hepatitis adalah pemeriksaan serologi, dilakukan untuk mengetahui jenis virus
penyebab hepatitis.6
- Diagnosis
hepatitis A6
Diagnosis hepatitis A akut berdasarkan hasil laboratorium
adalah tes serologi untuk imunoglobulin M (IgM) terhadap virus hepatitis A. IgM
antivirus hepatitis A positif pada saat awal gejala dan biasanya disertai
dengan peningkatan kadar serum alanin (amintransferase (ALT/SGPT)). Jika telah
terjadi penyembuhan, antibodi IgM akan menghilang dan akan muncul antibodi IgG.
Adanya antibodi IgG menunjukkan bahwa penderita pernah terkena hepatitis A.
Jika seseorang terkena hepatitis A maka pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
beberapa diagnosis berikut.6
1)
Serum
IgM anti-VHA positif
2)
Kadar
serum bilirubin, gammaglobulin, ALT, AST meningkat ringan.
3)
Kadar
alkalin fosfatase, gammaglutamil transferase, dan total bilirubin meningkat
pada penderita yang kuning.
pada penderita yang kuning.
-
Diagnosis
Hepatitis B6
Adapun diagnosis pasti hepatitis B dapat diketahui
berdasarkan pemeriksaan laboratorium.
1) HbsAg
(Antigen permukaan virus Hepatitis B) merupakan material permukaan/kulit VHB,
mengandung protein yang dibuat oleh sel hati yang terinfeksi VHB. Jika hasil
tes HbsAg positif artinya individu tersebut terinfeksi VHB, menderita hepatitis
B akut, karier, ataupun hepatitis B kronis. HbsAg positif setelah 6 minggu
terinfeksi virus hepatitis B dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil menetap
setelah lebih dari 6 bulan artinya hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau
karier.6
2) Anti-HbsAg
(Antibodi terhadap HbsAg) merupakan antibodi yang menunjukkan adanya antibodi
terhadap VHB. Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatitis
B. Jika tes anti-HbsAg positif artinya individu tersebut telah mendapat vaksin
VHB, atau pernah mendapat immunoglobulin, atau juga bayi yang mendapat
kekebalan tubuh dari ibunya. Anti-HbsAg yang positif pada individu yang tidak
pernah mendapat imunisasi hepatitis B menunjukan individu tersebut pernah
terineksi VHB.6
3) HbeAg
(antigen VHB) merupakan antigen e VHB yang berada di dalam darah. Bila positif
menunjukkan virus sedang replikasi dan infeksi terus berlanjut. Apabila hasil
positif menetap sampai 10 minggu akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis.
Individu yang positif HbeAg dalam keadaan infeksius dan dapat menularkan
penyakitnya baik terhadap orang lain, maupun ibu ke janinnya.6
4) Anti-Hbe
(Antibodi HbeAAg) merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang dibentuk oleh
tubuh. Apabila anti-HbeAg positif artinya VHB dalam keadaan fase
non-replikatif.6
5) HbcAg
(Antigen core (inti) VHB yang berupa protein yang dibuat dalam inti sel hati
yang terinfeksi VHB. HbcAg positif menunjukkan keberadaan protein dari inti
VHB.6
6) Anti-HBc
(antibodi terhadap antigen inti hepatitis B) merupakan antibodi terhadap HbcAg
dan cenderung menetap sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Antibodi ini
ada dua tipe yaitu IgM anti-HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti-Hbc tinggi artinya
infeksi akut, IgG anti-HBc positif dengan IgM anti-Hbc yang negatif menunjukan
infeksi yang kronis atau pernah terinfeksi VHB.6
- Diagnosis
Hepatitis C
Diagnosis Hepatitis C dapat ditentukan dengan pemeriksaan
serologi untuk menilai antibodi dan pemeriksaan molekuler sehingga partikel
virus dapat terlihat. Sekitar 30% pasien hepatitis C tidak dijumpai anti-HCV
(antibodi terhadap VHC) yang positif pada 4 minggu pertama infeksi. Sementara
sekitar 60% pasien positif anti-VHC setelah 5-8 minggu terinfeksi VHC dan
beberapa individu bisa positif setelah 5-12 bulan. Sekitar 80% penderita hepatitis
C menjadi kronis dan pada hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai enzim alanin
aminotransferase (ALT) dan peningkatan aspartate aminotransferase (AST).6
Pemeriksaan molekuler merupakan pemeriksaan yang dapat mendeteksi RNA
VHC. Tes ini ada dua jenis yaitu kualitatif dan kuantitatif. Tes kualitatif
menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) dan dapat mendeteksi RNA VHC
kurang dari 100 kopi per mililiter darah. Tes kualitatif dilakukan untuk
konfirmasi viremia (adanya VHC dalam darah) dan juga menilai respin terapi.
Selain itu tes ini juga berguna untuk pasien yang anti-HCV-nya negaif, tetapi
dengan gejala klinis hepatitis yang tidak teridentifikasi jenis virus
penyebabnya. Adapun tes kuantitatif sendiri terbagi atas dua metode, yakni
metode dengan teknik branched-chain DNA da teknik reverse-transcription PCR.
Tes kuantitatif berguna untuk menilai derajat perkembangan penyakit. Pada tes
kuantitatif ini dapat diketahui derajat viremia. Biopsi (pengambilan sedikit
jaringan siatu organ) dilakukan untuk mengetahui derajat dan tipe kerusakan
sel-sel hati.6
Radiologi
Radiologi
Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis adalah USG (Ultrasonografi). Fungsi USG adalah untuk mengetahui
adanya kelainan pada organ dalam atau tidak. USG dilakukan terutama jika
pemeriksaan fisik kurang mendukung diagnosis. Sementara keluhan klinis dari
pasien dan pemeriksaan laboratorium menunjukan tanda sebaliknya. Pemeriksaan
USG pada kasus hepatitis dapat memberikan informasi mengenai pembesaran hati, gambaran
jaringan hati secara umum, atau ada tidaknya sumbatan saluran empedu. Ukuran
hati manusia bervariasi antara satu dengan yang lainnya sehingga tekadang dokter tidak menemukan adanya pembesaran hati. USG dapat
membuktikan ada tidaknya pembesaran hati, yakni dengan pengamatan tepi hati
terlihat tumpul atau tidak. Tepi hati yang tumpul menunjukkan adanya pembesaran
hati. USG juga dapat melihat banyak tidaknya jaringan ikat (fibrosis). Selain
itu karena hepatitis merupakan proses peradangan maka pada USG densitas
(kepadatan) hati terlihat lebih gelap jika dibandingkan dengan densitas ginjal
yang terletak dibawahnya. Pada keadaan normal, hati dan ginjal mempunyai
densitas yang sama. USG hanya dapat melihat kelainan pada hepatitis kronis atau
sirosis. Pemeriksaan USG untuk hepatitis akut tidak akurat karena pada
hepatitis akut, proses penyakit masih awal sehingga belum terjadi kerusakan
jaringan. Pemeriksaan USG pun dapat digunakan untuk
menyingkirkan diagnosis banding, yakni diagnosis lain yang mungkin terkait
dengan kelainan hati misalnya tumor hati, abses hati, radang empedu, atau
amubiasis hati (komplikasi infeksi amuba ke dalam hati sehingga terjadi abses
hati).8
Sumber
Penularan8
HAV
Penularan HAV dari satu individu ke
individu lain melalui transmisi fecal-oral biasanya secara tidak langsung,
misalnya kontaminasi makanan, atau air minum dengan kotoran. Masa inkubasi
relatif pendek.8
HBV
Terjadinya transmisi HBV melalui
penyakit kelamin seperti ditemukan pada kaum pria homoseksual. HBV juga dapat
ditularkan memalui suntikan yang terkontaminasi yang juga digunakan pada proses
pembuatan tato atau pemakaian jarum oleh obat terlarang (adiksi). Virus HBV
dapat ditularkan dari ibu ke anak secara in-utero, pada saat persalinan atau
kontak intim pasca kehamilan.8
HCV
Penularan HCV terutama melalui
darah, yang paling sering ialah intravenous drug inducer. Dapat ditularkan
melalui hubungan seksual atau dari ibu ke anak namun presentase kemungkinannya
masih kecil.8
- ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT)
- ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT)
Penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya
seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.9
Klasifikasi9
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA
menurut derajat keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala
klinis yang timbul dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun
1988. Adapun pembagiannya sebagai berikut :
Secara anatomis yang termasuk Infeksi saluran
pernapasan akut :
1. ISPA ringan
Ditandai dengan satu atau
lebih gejala berikut :
a. Batuk.
b. Pilek dengan atau tanpa
demam.
2. ISPA sedang
Meliputi gejala ISPA ringan
ditambah satu atau lebih gejala berikut :
a. Pernapasan cepat.
b. Wheezing (nafas
menciut-ciut).
c. Sakit atau keluar cairan
dari telinga.
d. Bercak kemerahan (campak).
3. ISPA berat
Meliputi gejala sedang atau
ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut :
a. Penarikan sela iga ke dalam
sewaktu inspirasi.
b. Kesadaran menurun.
c. Bibir/kulit pucat kebiruan.
d. Stridor (nafas ngorok)
sewaktu istirahat.
e. Adanya selaput membrane
difteri.
Etiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus,
dan jamur. Mayoritas penyebab ISPA adalah virus dengan frekuensi lebih dari 90%
untuk ISPA bagian atas, sedangkan ISPA untuk bagian bawah frekuensinya lebih
kecil. Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine di sebutkan bahwa
penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus
paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan
infeksi akut saluran nafas bagian bawah hamper 50 % diakibatkan oleh bakteri
streptococcus pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih
70-90%, sedangkan stafilococcus aureus dan H influenza sekitar 10-20%. Saat ini
telah diketahui bahwa infeksi saluran pernapasan akut ini melibatkan lebih dari
300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut.9
Penyebaran Penyakit9
Pada ISPA, dikenal 3 cara penyebaran infeksi, yaitu
:
1. Melalui areosol (partikel
halus) yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk.
2. Melalui areosol yang lebih
berat, terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersin.
3. Melalui kontak langsung
atau tidak langsung dari benda-benda yang telah dicemari oleh jasad renik.
Penatalaksanaan9
1.
Suportif :
Meningkatkan
daya tahan tubuh berupa nutrisi yang adekuat, pemberian multivitamin, dll.
2.
Antibiotik :
-Idealnya
berdasarkan jenis kuman penyebab.
-Utama
ditujukan pada pneumonia, Influenza dan Aureus.
Penatalaksanaan
Medikamentosa2
Pengobatan
antiretroviral immunodeficiency virus akut manusia (HIV) adalah kontroversial.
Namun, mengobati infeksi HIV akut memiliki kelebihan beberapa teori, sebagai
berikut:
· Untuk mengobati beberapa pasien
bergejala
· Untuk berhenti evolusi virus pada saat
keragaman virus minimal, sebelum adaptasi virus untuk respon imun host tertentu
· Untuk melindungi mengembangkan respon
kekebalan dari efek buruk dari HIV
viremia berkelanjutan
· Untuk mengurangi set-point virus
· Untuk membatasi kolam laten infeksi
Beberapa
studi telah menunjukkan tidak bermanfaat untuk jangka terapi antiretroviral singkat
selama infeksi akut. Namun, sebuah studi retrospektif 2006 menemukan bahwa
inisiasi terapi kombinasi dalam waktu 2 minggu serokonversi HIV dikaitkan
dengan viral load berkelanjutan dan jumlah manfaat sel CD4 sampai 72 minggu
setelah penghentian terapi. Pada tahun 2007, kelompok lain menemukan bahwa
penurunan jumlah CD4 selama 3 tahun lebih lambat setelah penghentian 3 bulan
ART dimulai selama infeksi akut bila dibandingkan dengan mereka yang tidak
menerima terapi akut. Jumlah CD4 muncul untuk menguras waktu yang sangat cepat selama
infeksi HIV akut. Dengan demikian, pengobatan untuk mencegah hilangnya sel awal
mungkin tidak praktis dalam sebagian besar keadaan.2
Agen
antiretroviral menghambat reverse transcriptase. Oleh karena itu, mereka menyebabkan
pemutusan rantai ketika mereka dimasukkan ke dalam untai virus tumbuh. Obat antiretroviral
(ISPA) digunakan dalam kombinasi untuk pengobatan human immunodeficiencyvirus
(HIV) dan untuk profilaksis pasca pajanan (PPP). Agen di kelas ini adalah nucleosidereverse transcriptase inhibitor
(NRTI), seperti AZT, abacavir, ddI, lamivudine, stavudine, zalcitabine; inhibitor protease seperti indinavir, nelfinavir, ritonavir, saquinavir; inhibitor reversetranscriptase nonnucleoside (NNRTI)
seperti delavirdine, efavirenz, nevirapine, dan fusioninhibitor,
seperti enfuvirtide. ISPA yang
menghambat reverse transcriptase bertindak dengan mencegah penyebaran virus ke
sel yang tidak terinfeksi, sedangkan bertindak PI selama tahap akhir dari
replikasi virus, mencegah pematangan partikel virus menjadi bentuk infektif.2
Zalcitabine
(Hivid) saat ini distribusinya sedang dihapus oleh produsen, dan tidak akan
lagi tersedia. Amprenavir telah dihentikan, tetapi fosamprenavir sekarang
tersedia. Monoterapi dengan antiretroviral yang telah gagal untuk menghasilkan
manfaat klinis berkelanjutan, seperti kelangsungan hidup ditingkatkan.
Kegagalan ini sebagian karena perkembangan varian yang resistan terhadap obat HIV.Perlawanan
berkembang pesat selama monoterapi, dan resistansi silang antara obat terkait
dilaporkan. Kombinasi terapi dengan ISPA (strategi analog dengan pengobatan TB
dan penyakit menular lainnya) telah meningkatkan khasiat, diminimalisir
toksisitas, dan resistensi obat tertunda.2
Terapi
awal harus dimulai dengan kombinasi 3 obat-obatan, termasuk tulang punggung 2
NRTI plus NNRTI atau PI:
·
Dasar PEP 2-obat rejimen - AZT
Zidovudine plus lamivudine, ditambah emtricitabine, tenofovir plus lamivudine, atau
tenofovir plus emtricitabine
·
Alternatif dasar PEP rejimen –
lamivudine
·
Lamivudine plus stavudine, plus ddI,
emtricitabine ditambah
stavudine, atau emtricitabine plus ddI
·
Expanded PEP rejimen - Dasar PEP regimen
ditambah lopinavir-ritonavir
·
Alternatif diperluas rejimen PPP - Dasar
rejimen PPP ditambah salah satu dari berikut:
o
Atazanavir dengan atau tanpa ritonavir
o
Fosamprenavir dengan atau tanpa
ritonavir
o
Indinavir dengan atau tanpa ritonavir
o
Saquinavir dengan atau tanpa ritonavir
o
Nelfinavir
o
Efavirenz
Penggunaan
nevirapine selama PEP umumnya tidak dianjurkan karena resiko ruam onset dini
dan hepatotoksisitas berat.2
Nonmedikamentosa
Pendidikan
bagi pasien sangat penting. Harus dijelaskan penularan penyakit ke orang lain,
meminimalisir terjadinya infeksi sekunder pada pasien.2
Prognosis
Tidak
ada obat untuk infeksi HIV. Sebelum kita memiliki pengobatan apapun untuk virus,
penderita AIDS hidup hanya untuk beberapa tahun. Untungnya, obat telah secara substansial
meningkatkan tingkat prospek dan kelangsungan hidup. Upaya pencegahan telah
signifikan mengurangi infeksi HIV pada anak muda dan memiliki potensi untuk membatasi
secara signifikan infeksi baru pada populasi lainnya. Obat-obatan telah
memperpanjang harapan hidup, dan banyak orang yang mengidap HIV dapat berharap untuk hidup selama
puluhan tahun dengan pengobatan yang tepat. Harapan hidup normal akan semakin
meningkat jika mereka mengikuti pengobatan secara disiplin.
Obat-obatan
membantu pemulihan sistem kekebalan tubuh pulih dan melawan infeksi dan
mencegah kanker terjadi. Nantinya, virus bisa menjadi resisten terhadap obat yang
tersedia, dan manifestasi AIDS bisa terjadi. Obat yang digunakan untuk mengobati
HIV dan AIDS tidak menghilangkan infeksi. Hal ini penting diingat bagi pengidap
HIV bahwa dia masih menularkan virus HIV bahkan setelah menerima pengobatan
yang efektif.4
Komplikasi
- Penyakit Saluran Pernapasan
- Penyakit Saluran Pernapasan
Pneumocystis
Carinii Pneumonia (PCP jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan tubuh yang baik,
tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi
HIV. Penyebab penyakit ini adalah fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan tindakan
pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat, penyakit ini umumnya
segera menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang, penyakit ini masih
merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang
yang belum di tes, walaupun
umumnya indikasi tersebut tidak muncul kecuali
jika jumlah CD4 kurang dari 200 per µL. Tuberkulosis
(TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait HIV, karena dapat ditularkan
kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui
rute pernapasan (respirasi). Ia dapat dengan mudah ditangani bila telah diidentifikasi, dapat muncul pada
stadium awal HIV, serta dapat dicegah melalui terapi
pengobatan. Namun demikian, resistensi TBC terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada
penyakit ini. Meskipun
munculnya penyakit ini di negara-negara Barat telah berkurang karena digunakannya terapi dengan pengamatan
langsung dan metode terbaru lainnya, namun
tidaklah demikian yang terjadi di negara-negara berkembang tempat HIV paling
banyak ditemukan. Pada stadium awal infeksi HIV (jumlah CD4 >300 sel per
µL), TBC muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada stadium lanjut infeksi HIV, ia sering muncul sebagai penyakit
sistemik yang menyerang bagian tubuh lainnya
(tuberkulosis ekstrapulmoner). Gejala-gejalanya biasanya bersifat tidak
spesifik (konstitusional) dan tidak terbatasi pada satu tempat. TBC yang menyertai infeksi HIV sering menyerang sumsum
tulang, tulang, saluran kemih dan saluran pencernaan, hati, kelenjar getah
bening (nodus limfa regional), dan sistem syaraf pusat.
Dengan
demikian, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat munculnya penyakit
ekstrapulmoner.4
- Penyakit Saluran Pencernaan
- Penyakit Saluran Pencernaan
Esofagitis
adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur makanan dari mulut ke lambung. Pada individu
yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena
infeksi jamur (jamur kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan
oleh mikobakteria, meskipun kasusnya langka. Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan
pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai penyebab; antara lain infeksi
bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella, Shigella, Listeria,
Kampilobakter, dan Escherichia
coli), serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus
(seperti kriptosporidiosis,mikrosporidiosis, Mycobacterium
avium complex, dan virus sitomegalo (CMV) yang
merupakan penyebab kolitis). Pada
beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek
samping dari infeksi utama (primer) dari
HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk
menangani bakteri diare (misalnya pada Clostridium
difficile). Pada stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan
cara saluran pencernaan menyerap nutrisi,
serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan yang berhubungan dengan HIV.6
- Penyakit Syaraf dan Jiwa
- Penyakit Syaraf dan Jiwa
Infeksi
HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada syaraf
(neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organism atas sistem syaraf yang telah menjadi
rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri. Toksoplasmosis adalah penyakit yang
disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya
menginfeksi otak dan menyebabkan
radang otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit
pada mata dan paru-paru. Meningitis kriptokokal
adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus
neoformans. Hal ini dapatmenyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan
muntah. Pasien juga mungkin
mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan. Leukoensefalopati
multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang
menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson), sehingga merusak
penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh
virus JC, yang 70% populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya
ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana
yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal),
sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam
waktu sebulan setelah diagnosis. Kompleks
demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia) yang terjadi karena
menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik)
yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan
imun oleh makrofag dan mikroglia pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin.
Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk
ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi
HIV terjadi. Hal ini berhubungan dengan keadaan
rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma darah. Angka kemunculannya (prevalensi)
di negara-negara Barat adalah sekitar 10-20%, namun di India hanya terjadi pada
1-2% pengidap infeksi HIV. Perbedaan
ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.4, 7
- Kanker dan Tumor Ganas
- Kanker dan Tumor Ganas
Pasien
dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya beberapa kanker. Hal
ini karena infeksi oleh virus DNA penyebab mutasi genetik; yaitu terutama virus
Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma
Kaposi (KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV).6
Kesimpulan
Telah
dibahas berbagai aspek imunodefisiensi pada infeksi HIV. Infeksi HIV mempunyai target utama sel limfosit CD4 yang
berfungsi sentral dalam sistem imun. Pada mulanya sistem imun dapat
mengendalikan infeksi HIV, namun dengan perjalanan dari waktu ke waktu HIV akan
menimbulkan penurunan jumlah sel limfosit CD4, sehingga fungsi imunitas selular
terganggu. Fungsi ini dilakukan oleh sel makrofag dan CTLs (sitotoksik T
Limfosit atau TC), yang teraktivasi oleh sitokin yang dilepaskan oleh limfosit
CD4. Demikian juga sel NK (Natural Killer), yang berfungsi membunuh sel yang
terinfeksi virus atau sel ganas secara direk nonspesifik, disamping secara
spesifik membunuh sel yang dibungkus oleh antibodi melalui mekanisme antibody
dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC). Mekanisme ini tidak berjalan
seperti biasa akibat HIV. Di samping itu penurunan jumlah dan fungsi sel T CD4 ini
mengakibatkan terganggunya dan homeostasis dan fungsi sel lainnya dalam sistem
imun humoral, yaitu sel limfosit B yang berperan dalam imunitas humoral.
Terganggunya fungsi limfosit B karena diregulasi oleh sel limfosit CD4 akan
menimbulkan respon imun humoral yang tidak relevan dan terbentuknya
hipergammaglobulinemia. Dapat dirangkumkan, defisiensi imun akibat HIV dapat
mengakibatkan terjadinya infeksi oportunistik, timbulnya reaksi autoimun, mudah
terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap obat-obat yang sering dipakai dan
pertumbuhan tumor ganas sekunder, seperti Limfoma Non Hodgkin, Sarkoma Kaposi
dan karsinomaserviks. Pemberian obat antiretroviral dapat meningkatkan CD4 sehingga
risiko infeksi oportunistik menurun. Namun pemulihan sistem imun juga dapat
menimbulkan sindrom rekonstitusi imun. Sedangkan pada disfungsi imun, perbaikan
klinik tidak disertai dengan peningkatan CD4 secara nyata.
Daftar Pustaka
- Kennedy, Ron. HIV AIDS. [online]. 2010. Available from: http://www.medical-library.net/hiv_aids.html, 13 November 2012.
- Lan, Virginia M. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). In: Hartanto H, editor. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses ± Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006.h.224.
- Anamnesis. Diunduh dari www.merriam-webster.com/medical/anamnesis -, 13 November 2012.
- Merati, Tuti P. Respon Imun Infeksi HIV. In: Sudoyo Aru W, editor. BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.h.545-55.
- Bellin, Marie F. Nervous ± System Manifestasions. [online]. 2010. Available from: http://www.medcyclopaedia.com/library/radiology/chapter28/28_2.aspx, 13 November 2012.
- Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Aru W Sudoyo, dkk (editor). Buku ajar: Ilmu penyakit dalam. Ed V. Jakarta: Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas indonesia; 2010.h.78-95.
- Gillespie S, Bamford K. At the glance mikrobiologi medis dan infeksi. Edisi 3. Jakarta: Erlangga; 2008.h.50-9.
8.
Kowalak Jennifer P, Welsh W. Buku
pegangan uji diagnostic. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2009.h.251-252.
9.
Penyakit
ISPA. Diunduh dari http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pediatrics/2049898-apa-itu-ispa/, 14 November 2012.